-->

Upaya Pelestarian Ekosistem Pegunungan: Strategi Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan

Kawasan pegunungan merupakan komponen penting dalam beragam ekosistem daratan. Terletak di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan ketinggian bervariasi, mulai dari 600 hingga lebih dari 4.000 meter di atas permukaan laut, wilayah pegunungan ini memegang peran kunci dalam menjaga stabilitas daerah-di bawahnya.
Foto Pegunungan Taman Nasional Bali Barat

Kawasan pegunungan merupakan komponen penting dalam beragam ekosistem daratan. Terletak di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan ketinggian bervariasi, mulai dari 600 hingga lebih dari 4.000 meter di atas permukaan laut, wilayah pegunungan ini memegang peran kunci dalam menjaga stabilitas daerah-di bawahnya. 

Mereka berfungsi sebagai penyedia air, melindungi tanah dan lahan dari bahaya erosi dan tanah longsor, serta menyediakan sumber daya alam seperti udara bersih, plasma nutfah, dan bahan tambang. Sayangnya, implementasi konservasi di kawasan pegunungan masih sangat terbatas. Banyak wilayah pegunungan yang terbengkalai dan mengalami kerusakan karena eksploitasi sumber daya seperti penebangan kayu, penambangan, dan eksploitasi kekayaan alam lainnya.

Mengenal Fungsi Kawasan Pegunungan

Kawasan pegunungan bukan hanya sebagai sumber air dan penjaga tanah, tetapi juga menawarkan potensi wisata alam yang menarik. Banyak pecinta alam tertarik pada keunikan dan tantangan alam di sana. Sayangnya, kebijakan pembangunan pemerintah di bagian tengah dan hilir DAS sering mengabaikan peran penting kawasan pegunungan dalam mengatur ekosistem DAS. Indonesia, sebagai negara kepulauan tropis yang unik, memiliki banyak pegunungan dengan sekitar 240 gunung berapi, di mana sekitar 70 masih aktif dan berpotensi meletus. Pegunungan ini adalah ekosistem khusus dengan kondisi cuaca ekstrem, tanah rawan erosi, dan tanah longsor. Kawasan pegunungan adalah penyedia air utama yang sangat dibutuhkan untuk pertanian, industri, rekreasi, dan pemukiman. Mereka juga menyimpan sumber daya alam, termasuk plasma nutfah dan mineral, serta menawarkan pemandangan alam yang indah dan warisan budaya yang khas. Oleh karena itu, kawasan ini menjadi destinasi wisata alam yang populer di banyak negara, seperti Himalaya di Asia, Alpen di Eropa, dan Pegunungan Jaya Wijaya di Indonesia.

Peran ekosistem pegunungan sangat besar dalam mendukung kehidupan manusia. Kawasan pegunungan, menurut FAO (2000), menyediakan lebih dari separuh kebutuhan populasi manusia dunia. Oleh karena itu, penting untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di sana. Sayangnya, perhatian terhadap ekosistem pegunungan dalam kebijakan dan politik di banyak negara masih terbatas. Badan-badan internasional seperti yang disebutkan dalam Bab 13 Agenda 21 UNCED sangat peduli dengan perlindungan dan pelestarian wilayah pegunungan. Mereka fokus pada pengembangan sumber daya pegunungan untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam kerangka pembangunan, wilayah pegunungan memiliki peran kunci dalam menjaga keberlanjutan wilayah di bawahnya. Jika pegunungan mengalami kerusakan, wilayah di bawahnya akan kesulitan menjaga pembangunan berkelanjutan. Wilayah datar di bawahnya adalah pusat kehidupan dan pembangunan yang perlu dijaga dengan melindungi wilayah pegunungan di atasnya.

Secara rinci, peran wilayah pegunungan adalah: 

  1. Berperan penting bagi penghasil sumber air bersih yang dibutuhkan manusia, pertumbuhan industri, untuk kegiatan pertanian dan irigasi, sumber air untuk rekreasi dan pariwisata; 
  2. Berperan penting bagi pertumbuhan devisa negara dan pendapatan asli daerah (PAD); 
  3. Berperan dalam keamanan pangan, lapangan pekerjaan, dan 
  4. Berperan penting bagi perlindungan dan sebagai hot spot kehati.

Kerusakan di wilayah pegunungan seringkali disebabkan oleh kebijakan pembangunan di wilayah bawahnya yang tidak memprioritaskan konservasi, bahkan dapat merusaknya. Pembangunan di wilayah datar di bawah memerlukan sumber daya alam dari wilayah pegunungan di atasnya. Sayangnya, pentingnya melindungi dan melestarikan wilayah pegunungan sering kali kurang dipahami oleh para pengambil kebijakan. Konservasi wilayah pegunungan tidak menjadi fokus dalam kebijakan dan politik mereka. Akibatnya, banyak wilayah pegunungan mengalami kerusakan dan pengabaian, yang pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan banjir dan tanah longsor yang merusak.

Kebijakan Konservasi di Wilayah Pegunungan

Agenda 21, yang dihasilkan dari Konferensi Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro, mendorong kerjasama global dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di wilayah pegunungan. Tujuannya adalah mengembangkan kebijakan dan alat-alat untuk melestarikan ekosistem pegunungan yang memiliki potensi sumber daya tinggi dan peran penting dalam pembangunan berkelanjutan. Meskipun penting, kebijakan yang khusus untuk perlindungan wilayah pegunungan masih jarang. 

Harapannya adalah wilayah pegunungan yang sangat krusial untuk pembangunan akan terus dijaga. Selain dukungan kebijakan nasional, kerjasama antar-negara yang kuat dalam hal ini diperlukan untuk meningkatkan kapasitas negara-negara melalui pertukaran ahli dan pengalaman, serta pendanaan yang bertanggung jawab, tetapi tetap menghormati kedaulatan masing-masing negara. Kebijakan global ini juga harus segera diimplementasikan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan lokal. Diperlukan kapasitas yang memadai dan dukungan dari berbagai pihak yang peduli dengan keberlanjutan wilayah pegunungan. 

Di Indonesia, perkembangan konservasi wilayah pegunungan telah mendapatkan dukungan dari para pendaki gunung dan organisasi pencinta alam. Harapannyadukungan pemerintah akan terus meningkat, misalnya, melalui penerbitan Strategi Nasional Pengelolaan Wilayah Pegunungan (SNPWP) sebagai langkah awal dalam mendorong pola konservasi wilayah pegunungan suatu negara.

Namun, kenyataannya, pertumbuhan penduduk dan pembangunan telah menimbulkan tekanan besar pada kelestarian sumber daya alam (SDA) di wilayah pegunungan ini. Para pengusaha tertarik untuk menginvestasikan modal mereka dalam eksploitasi mineral, pengembangan permukiman, pembangunan waduk, bendungan, dan industri pariwisata di wilayah pegunungan. Pada saat yang sama, wilayah pegunungan juga dihadapkan pada tantangan seperti akses transportasi yang sulit, masalah ekonomi, politik, sensitivitas lingkungan yang tinggi, keanekaragaman budaya, dan konflik kepentingan antara pengusaha dan masyarakat lokal. Semua hal ini memerlukan kebijakan yang spesifik, peraturan, dan pengaturan lembaga, baik di tingkat internasional, nasional, maupun lokal. Stabilitas kebijakan yang tepat menjadi faktor kunci dalam menjaga keberlanjutan peran sumber daya pegunungan dalam mendukung pembangunan wilayah secara keseluruhan. 

Wilayah pegunungan Indonesia memiliki karakteristik yang unik, dengan wilayah yang relatif sempit, curah hujan tinggi, dan topografi curam, sehingga ekosistem pegunungan ini rentan terhadap erosi dan longsor. Tekanan dari pertumbuhan penduduk dan pembangunan sangat tinggi. Untuk melindungi wilayah ini, diperlukan kebijakan konservasi yang konsisten, yang tercermin dalam perencanaan tata ruang nasional, dan diimplementasikan dengan konsistensi di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan tingkat desa/lokasi. Penting juga untuk mengakui pengetahuan dan hak-hak masyarakat adat, sehingga hubungan mereka dengan alam tetap terjaga. Pendekatan yang paling sesuai untuk pembangunan wilayah pegunungan adalah dengan mengembangkan sistem pengelolaan berbasis konservasi. 

Sistem ini menggunakan unit-unit wilayah sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) dan batas administratif pemerintahan sebagai dasar pengelolaan, dengan mempertimbangkan kebutuhan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat serta menjaga ekologi lingkungan. Kunci keberhasilan pengelolaan adalah konsistensi politik dan kebijakan yang mendapat dukungan dari semua pihak terkait. Namun, perkembangan otonomi daerah dan demokrasi yang belum matang seringkali mempengaruhi konsistensi kebijakan, terutama jika didasarkan pada kepentingan ekonomi. Oleh karena itu, upaya konservasi alam terus meningkat kapasitasnya dengan dukungan dari semua pihak yang terlibat.

Di sisi lain, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Indonesia memiliki banyak gunung berapi, sekitar 240, dan sekitar 70 di antaranya masih aktif dan berpotensi meletus, mengancam kehidupan. Peran pemerintah sangat penting dalam memastikan keselamatan penduduknya. Kebijakan yang menghindari pemukiman di wilayah pegunungan adalah langkah yang tepat untuk melindungi warga. Jika perlu, aktivitas penduduk di wilayah ini harus dibatasi dan dialihkan ke arah mendukung pariwisata alam. Wilayah pegunungan di atas ketinggian 600 meter di atas permukaan laut seharusnya dinyatakan sebagai kawasan lindung. 

Dengan mempertimbangkan pentingnya keselamatan manusia dan pembangunan, diperlukan peninjauan ulang terhadap status peruntukan wilayah pegunungan. Evaluasi status saat ini dan perkembangan kepentingan semua pihak harus menjadi dasar untuk penataan ulang ini. Ini harus dilakukan dengan kebijakan yang tepat dan konsisten, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, dengan melibatkan konsultasi publik yang memprioritaskan peran dan partisipasi masyarakat. Para pecinta alam dan pendaki gunung harus diberikan kesempatan yang luas untuk menyadarkan pentingnya melindungi wilayah pegunungan. Jika tindakan konservasi wilayah pegunungan tidak segera dilakukan dan diimplementasikan dengan benar, maka ini akan memperparah kerusakan wilayah ini dengan cepat.

Ancaman dan Strategi Konservasi Perlindungan Wilayah Pegunungan

Wilayah pegunungan memiliki potensi besar dan tantangan serius. Prioritas harus diberikan pada layanan lingkungan seperti air bersih, udara segar, dan plasma nutfah. Pengembangan wisata alam dan bio-prospeksi di wilayah pegunungan bisa memberikan manfaat ekonomi dan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Namun, perlindungan dan pengelolaan yang tepat diperlukan untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Kawasan pegunungan sering kali merupakan hutan lindung, dan jika memungkinkan, bisa ditingkatkan menjadi taman nasional. Ini memerlukan dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, masyarakat, LSM, dan akademisi. 

Potensi wisata di pegunungan semakin meningkat, yang memberikan peluang ekonomi bagi penduduk setempat. Tetapi pengelolaan yang cermat diperlukan untuk memaksimalkan manfaat ini. Konservasi pegunungan penting karena mendukung pasokan air, udara bersih, dan plasma nutfah yang mempengaruhi daerah di bawahnya. Etika konservasi harus menjadi dasar, dan prinsip-prinsip World Conservation Strategy (WCS) harus diterapkan. Pengembangan berkelanjutan di pegunungan harus mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Partisipasi semua pihak dan integrasi yang baik sangat penting. Konservasi pegunungan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melindungi budaya, dan mempertahankan lingkungan.

"Bagaimana konsep pembangunan berkelanjutan dapat diterapkan di wilayah pegunungan?" 

Ini terkait erat dengan tingkat kerentanan ekosistem pegunungan terhadap kegiatan pembangunan dan eksploitasi sumber daya alam. Dalam konteks konservasi wilayah pegunungan, perhatian yang cukup diberikan kepada (1) keberlanjutan sistem ekologi, ekonomi, dan sosial; (2) pendekatan yang terintegrasi; dan (3) pengembangan partisipasi semua pihak yang terlibat. Pada dasarnya, konservasi ekosistem pegunungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, tidak hanya memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi, tetapi juga kebutuhan spiritual mereka, serta melindungi dan melestarikan sistem budaya dan ekologi sesuai dengan kapasitas lingkungannya.

Dalam konservasi pegunungan, semua pihak harus memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas. Pengembangan kapasitas institusi adalah kunci keberhasilan pengelolaan wilayah ini. Ini melibatkan proses panjang di mana individu dan organisasi meningkatkan kemampuan mereka untuk memecahkan masalah berdasarkan pengalaman. Ini melibatkan pemahaman nilai dan prioritas, tindakan bersama, dan identifikasi kapasitas masyarakat yang beragam. Pengembangan kapasitas juga berkaitan dengan kebijakan, politik, organisasi, dan mekanisme kerja yang tepat.

Diperlukan semangat dan gerakan yang konsisten bagi inisiatif pengembangan kebijakan konservasi, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 

  1. Kawasan pegunungan sebagai mitra sederajat dalam sistem pembangunan:
  2. Mempertimbangkan berbagai tantangan yang sangat spesifik di ekosistem pegunungan:
  3. Kebijakan sektoral dapat beradaptasi dengan kepentingan pengelolaan kawasan pegunungan, sehingga selanjutnya dapat mengembangkan kebijakan dan peraturan yang mampu untuk melakukan kegiatan secara nyata; 
  4. Kejelasan konsep, karena sangat menentukan keberhasilan; 
  5. Kemampuan untuk mempengaruhi (lobby) pada tingkat kebijakan nasional, provinsi, kabupaten/kota dan lokal dari para pengambil keputusan; 
  6. Isu desentralisasi yang berkembang harus pula diantisipasi dengan kapasitas yang kuat, pemerintahan yang baik (good governance), tata batas dan status yang jelas,
  7. Kepentingan para pihak yang berkepentingan (interest group) harus tertampung dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Proses ini sangat penting untuk diperhatikan, khususnya dalam rangka menghindarkan terjadinya konflik kepentingan di kemudian hari;
  8. Sistem pendanaan dan kompensasi dengan masyarakat setempat harus pula dipersiapkan, dan
  9. Jika terjadi perubahan kultur masyarakat akibat pembangunan wilayah pegunungan, hendaknya diupayakan jangan sampai mengubah identitas mereka.
Sumber Refrensi:
Alikodra, H. 2006. Pertambangan Berwawasan Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Sekitarnya. Makalah disampaikan pada Diklat Manajemen Pengelolaan Pertambangan Badan Diklat DEPDAGRI, 6 April 2006. Jakarta.
Diposaptono, S., Budiman. 2005. Tsunami. Penerbit Buku Ilmiah Populer, Bogor.
Eade, D. 2000. Capacity Building: An Approach to People-centred Develop- ment. Oxfam GB, Oxford.
FAO of the United Nations, FAO, 2000. International Year of Mountains, Rome.
Glodde, H.M. 1994. The Round Table as a Programme. Environmental Policy and Institutional Development in Environment Unit, GTZ, Bonn.
IUCN, UNEP & WWF. 1991. Caring for the Earth: A Strategy for Sus- tainable Living. Gland Switzerland.
MacKinnon, K., J. MacKinnon, G. Child, J. Thorsell. 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 
SDC dan CDE. 2002. Sustainable Development in Mountain Areas: The Need for Adequate Policies and Instruments. Mountain Agenda, Berne Switzerland.
WCED. 1987. Our Common Future. World Commission on Environment and Development, Oxford University Press.

0 Response to "Upaya Pelestarian Ekosistem Pegunungan: Strategi Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan"

Post a Comment

jangan diisi

iklan dalam artikel

iklan display

Iklan dalam feed