Potensi Biji dan Kulit Jagung Jadi Bahan Baku Bioetanol: Sumber Energi Bersih Masa Depan
Perkebunan Jagung | Source: Pinterest |
"Selain biji dan kulitnya, batang jagung juga bisa diolah menjadi bioetanol"
Jagung berpotensi diperas sebagai bioetanol Selain biji dan kulitnya, batang jagung juga bisa dijadikan bahan baku bioetanol. Unsur itu dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan atau untuk pencampur bensin sehingga dihasilkan gasohol. Selama ini Jagung lebih banyak dimanfaatkan untuk pakan ternak Padahal, jagung juga bisa dijadikan bioetanol seperti yang dilakukan di Amerika Serikat.
Dari kalkulasi sederhana, jika asumsi bioetanol akan menggantikan 10% dari kebutuhan BBM dalam negen yang mencapai 60 juta kiloliter per tahun, maka diperlukan 6 juta x 2.4 ton jagung yang berarti 14:4 juta ton jagung atau setara dengan 3 juta hektar lahan tanaman jagung Lahan sebanyak itu bisa dikembangkan di berbagai daerah, seperti di Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nangroe Aceh Darussalam
Dengan harga bahan bakar beroktan tinggi seperti Pertamax produksi Pertamina yang dijual dengan harga Rp 5.300 per liter usaha produksi bioetanol berbahan baku jagung masih cukup meng untungkan Hitung-hitungannya, untuk menghasilkan satu liter bioeta nol dibutuhkan 2.4 kg jagung. Dengan harga per kilogram jagung Rp1.300, biaya yang dikeluarkan untuk membuat satu liter bioetanol sebesar Rp 3.120 Sementara untuk menghasilkan energi setara 1 liter Pertamax dibutuhkan 1,3 liter bioetanol atau setara dengan Rp 4.200.
Dengan memperhitungkan keuntungan produsen dan jalur distribusi harga ke pemakai akhir sekitar Rp 4500-Rp 5.000 per liter. Selain itu, residunya juga bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak Sebagai gambaran, dari satu ton jagung yang diproses akan menghasilkan residu atau ampas sekitar 318 kg. Harga pokok produksi ini selalu berfluktuasi tergantung naik turunya harga jagung.
Bagi Indonesia, untuk memproduksi bioetanol dari jagung kendala utamanya adalah bahan baku. Sejauh ini untuk memenuhi kebutuhan konsumsi jagung domestik, Indonesia masih mengimpor Tahun 2005, impor jagung mencapai 400 ribu ton. Tahun 2006, jumlah impor jagung diperkirakan meningkat menjadi 1,6 juta ton. Ini terjadi bukan karena permintaan untuk pakan unggas mengalami kenaikan, tetapi karena basis produksi domestik sedang mengalami masalah, Kondisi cuaca yang buruk di tahun 2006 diyakini menjadi penyebab utama penurunan produksi jagung di dalam negeri Kalkulasi hingga September 2006 Jumlah impor jagung sudah mencapai 1,1 juta ton 45 Akan tetapi, melihat potensi yang ada, menyediakan jagung dalam jumlah memadai bukan persoalan rumit Kalangan produsen jagung pun meyakini hal itu.
Seperti ditegaskan Ketua Dewan Jagung Nasional, Fadel Muhammad, bahwa pemenuhan kebutuhan jagung nasional tanpa mengandalkan impor (swasembada) tampaknya tidak lama lagi akan bisa dicapai. Gubernur Gorontalo itu memperkirakan, swasembada bisa dicapai tahun 2007 Namun, karena ada gangguan basis produksi dalam negen, capaian ini tampaknya akan bergeser 1-2 tahun.
Untuk mewujudkan swasembada jagung, Fadel Muhammad meminta pemerintah menyetop impor jagung ketika swasembada tercapai, mendorong pengembangan tanaman jagung, baik komposit maupun hibrida, agar pasokan bahan baku ke pabrik bioetanol bisa kontinu. Dengan demikian, investasi di bidang ini akan semakin berkembang
Hingga saat ini produksi jagung dunia belum mampu meme- nuhi kebutuhan yang ada. Produksi jagung dunia hanya 680 juta ton. sedangkan kebutuhannya mencapai 710 juta ton atau minus 30 juta ton. Dengan tren bioetanol dari jagung, kebutuhan jagung dunia akan terus mengalami peningkatan Amerika Serikat misalnya, penggunaan jagung sebagai bioetanol menyebabkan kebutuhan jagung di negara tersebut meningkat berlipat ganda Saat ini, kebutuhan jagung Amerika Serikat paling tidak mencapai 212 juta ton per tahun Mengembangkan jagung untuk mencapai swasembada menjadi penting karena peningkatan permintaan komoditas di pasar dunia akan membuat harga tak terkendali.
Apalagi, investasi budidaya tanaman jagung relatif lebih sedikit dibandingkan tanaman lainnya. Untuk jagung, kebutuhan investasi hanya Rp 3 juta per hektar Sementara tanaman lain, seperti jarak pagar, bisa mencapai Rp 8 juta-Rp 9 juta per hektarnya. Dengan murahnya investasi ini, akan memberi peluang bagi petani untuk terlibat.
0 Response to "Potensi Biji dan Kulit Jagung Jadi Bahan Baku Bioetanol: Sumber Energi Bersih Masa Depan"
Post a Comment