Candi Jago: Jejak Majapahit di Lereng Gunung Bromo
Daftar Isi
Sob, kalau kamu suka wisata sejarah yang sarat makna dan budaya, Malang adalah tempat yang nggak boleh kamu lewatkan. Di balik sejuknya udara lereng Gunung Bromo, tersimpan banyak jejak kejayaan masa lalu, salah satunya adalah Candi Jago. Candi ini bukan cuma tumpukan batu tua, tapi saksi bisu dari masa keemasan Kerajaan Singhasari, yang jadi cikal bakal kejayaan Majapahit.
Letaknya yang strategis dan kaya ornamen menjadikan Candi Jago sebagai situs sejarah yang penting. Relief-reliefnya yang unik menggambarkan cerita rakyat Nusantara hingga kisah-kisah epik Hindu-Buddha seperti Kunjarakarna dan Pancatantra. Detailnya halus, alurnya menarik nggak heran banyak sejarawan dan wisatawan terpesona begitu melihatnya. Candi Jago bukan cuma tempat selfie, tapi jendela masa lalu yang bisa mengajak kita menyelami kearifan budaya zaman dulu.
Jika kamu lebih tertarik pada situs spiritual di alam terbuka, artikel Candi Sumberawan: Stupa Tenang di Lereng Gunung Arjuno patut kamu baca
Sejarah Candi Jago dan Jejak Raja Wisnuwardhana
Sob, tahu nggak? Candi Jago dibangun sekitar abad ke-13 sebagai bentuk penghormatan terhadap Raja Wisnuwardhana, ayah dari Raja Kertanegara, penguasa terakhir Kerajaan Singhasari. Nama aslinya adalah Jajaghu, yang berarti "tempat suci" atau "keagungan", dan sejak awal memang ditujukan sebagai candi pemakaman sekaligus tempat pemujaan.
Candi ini bukan sekadar bangunan batu, tapi simbol kuat sinkretisme agama Hindu-Buddha yang berkembang di Jawa Timur waktu itu. Raja Wisnuwardhana sendiri dikenal sebagai pemimpin yang mendorong harmonisasi dua ajaran besar tersebut. Maka nggak heran kalau relief dan struktur Candinya sarat dengan nilai spiritual, menggambarkan ajaran moral dan filosofi hidup yang mendalam.
Arsitektur Candi Jago yang Unik dan Bertingkat
Sobat sejarah, salah satu hal yang bikin Candi Jago menonjol adalah struktur arsitekturnya yang bertingkat, mirip seperti punden berundak. Candi ini dibangun di atas teras yang semakin mengecil ke atas, memberi kesan monumental tapi tetap harmonis dengan alam sekitarnya. Bentuknya yang tidak menjulang tinggi seperti candi pada umumnya justru mencerminkan gaya khas arsitektur Jawa Timur klasik.
Dibuat dari batu andesit berwarna kecoklatan, permukaan candinya penuh relief yang kaya detail dan cerita. Candi Jago memang tidak lagi utuh bagian atasnya sudah runtuh tapi fondasi dan tubuhnya tetap menyimpan kekuatan estetik yang luar biasa. Yang bikin makin menarik, dibandingkan dengan candi sezaman seperti Candi Singosari atau Candi Penataran, Candi Jago punya keunikan dalam susunan relief dan struktur bertingkat yang jarang ditemukan di tempat lain.
Relief Epik dan Fabel Penuh Makna di Candi Jago
Sob, yang bikin Candi Jago makin istimewa bukan cuma bentuknya, tapi juga relief ceritanya yang kaya makna. Di dinding candinya, kamu bisa menemukan ukiran kisah Tantri Kamandaka sebuah fabel klasik dari India yang mirip dengan cerita Aesop. Lewat kisah binatang seperti singa, tikus, atau kura-kura, relief ini menyampaikan pesan moral yang mendalam: tentang kepemimpinan, kecerdikan, dan keadilan.
Nggak hanya itu, Candi Jago juga memuat fragmen cerita Mahabharata, khususnya bagian tentang Bhisma Parwa, serta kakawin Arjunawiwaha, kisah heroik Arjuna dalam mencapai kesempurnaan spiritual. Semua relief ini nggak cuma indah secara visual, tapi juga mengandung fungsi edukatif dan spiritual. Bayangin, sob, dari abad ke-13 orang-orang Jawa udah belajar etika dan filosofi hidup lewat seni ukir di batu!
Informasi Wisata Candi Jago
Sobat, Candi Jago berada di Desa Tumpang, Kabupaten Malang sekitar 14–22 km dari pusat Kota Malang. Kamu bisa pergi dengan kendaraan pribadi lewat jalur Madyopuro → Pakis → Tumpang, tiba di Pasar Tumpang, lalu lanjut jalan kaki atau naik ojek sejauh 500 m untuk mencapai candi. Jika naik transportasi umum, naik dari Terminal Arjosari menuju Tumpang (angkutan “TA”) lalu turun di Pasar Tumpang.
Jam buka umumnya 07.30–16.00 WIB, beberapa sumber mencatat mulai 07.00 hingga 18.00 tergantung penjaga . Untuk tiket masuk, sebagian besar informasi menyebutnya gratis atau sistem sumbangan sukarela, tapi ada juga yang menyebut harga Rp 10.000 di hari biasa dan Rp 15.000 saat weekend. Biaya parkir motor ± Rp 2.000 dan mobil ± Rp 5.000.
Di area candi, kamu akan menemukan toilet umum, area parkir, gazebo atau bangku, dan pos penjaga/informasi lengkap dengan panel atau booklet sejarah. Sekitar candi juga banyak warung makan lokal, terutama di dekat Pasar Tumpang.
0 Response to "Candi Jago: Jejak Majapahit di Lereng Gunung Bromo"
Posting Komentar