-->

Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Untuk Sustainable Development Goals

Pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH) merupakan pendekatan yang sangat penting dalam pengembangan perkotaan yang berkelanjutan. RTH mencakup berbagai jenis lahan, seperti taman kota, taman bermain, taman nasional, hutan kota, lapangan terbuka, dan lahan pertanian terbuka. Tujuan utama pengelolaan RTH adalah menciptakan dan menjaga lingkungan yang sehat, nyaman, dan berkelanjutan bagi penduduk kota dan pedesaan.
Contoh Ruang Terbuka Hijau | Source: Pinterest


Pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH) merupakan pendekatan yang sangat penting dalam pengembangan perkotaan yang berkelanjutan. RTH mencakup berbagai jenis lahan, seperti taman kota, taman bermain, taman nasional, hutan kota, lapangan terbuka, dan lahan pertanian terbuka. Tujuan utama pengelolaan RTH adalah menciptakan dan menjaga lingkungan yang sehat, nyaman, dan berkelanjutan bagi penduduk kota dan pedesaan. Berikut adalah beberapa prinsip dan tujuan utama pengelolaan RTH:

  1. Kualitas Udara: RTH berperan sebagai penyerap polusi udara dan penyedia oksigen. Tanaman dan vegetasi di RTH membantu meningkatkan kualitas udara dengan menyerap karbon dioksida (CO2) dan menghasilkan oksigen (O2).
  2. Pengendalian Suhu: RTH dapat membantu mengurangi efek pulau panas kota. Taman dan pepohonan memberikan area peneduh yang mengurangi suhu permukaan kota yang dapat menjadi sangat panas.
  3. Peningkatan Kualitas Air: RTH berperan dalam menjaga kualitas air dengan meredam erosi tanah, mengendalikan aliran permukaan air hujan, dan memperbaiki infiltrasi air ke dalam tanah.
  4. Keanekaragaman Hayati: RTH mendukung keanekaragaman hayati dengan menyediakan habitat bagi satwa liar dan tumbuhan. Ini dapat menjadi kawasan lindung bagi spesies-spesies yang terancam punah.
  5. Rekreasi dan Kesejahteraan: RTH adalah tempat untuk rekreasi, olahraga, dan relaksasi. Masyarakat dapat menikmati kegiatan luar ruangan dan menjaga kesehatan fisik dan mental mereka.
  6. Peningkatan Ekonomi: RTH yang baik dapat meningkatkan nilai properti di sekitarnya dan mendukung industri pariwisata. Ini berdampak positif pada ekonomi lokal dengan menciptakan lapangan kerja dan pendapatan tambahan.
  7. Konservasi Budaya: RTH dapat mempertahankan elemen-elemen budaya, seperti situs sejarah, monumen, dan pelestarian tradisi lokal. Ini penting dalam memelihara warisan budaya.

Pengelolaan RTH memerlukan perencanaan yang cermat, pemeliharaan rutin, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Ini penting dalam memastikan RTH tetap berkelanjutan, memenuhi kebutuhan masa kini, dan mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan menjaga dan mengembangkan RTH, kita dapat menciptakan kualitas hidup yang lebih baik dalam lingkungan perkotaan yang semakin padat.

Bagaimana Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau yang Terintegrasi?

Masalah persaingan antara kepentingan ekonomi dan pelestarian ruang terbuka hijau (RTH) dalam banyak wilayah perkotaan adalah sebuah tantangan yang nyata. Terutama, ketika RTH dianggap tidak memberikan keuntungan ekonomi langsung kepada pemerintah kota, seringkali RTH menjadi sasaran untuk pengembangan pusat perbelanjaan, perumahan, atau kawasan industri. Namun, pengelolaan RTH yang terintegrasi dengan manajemen sistem perkotaan secara keseluruhan menjadi kunci untuk menjaga dan meningkatkan kualitas RTH. Ini dapat dicapai melalui beberapa langkah:

  1. Perencanaan Terintegrasi: Penetapan lokasi dan penyebaran RTH harus diintegrasikan secara jelas dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota. Ini akan memberikan dasar hukum yang kuat untuk melindungi RTH.
  2. Pengakuan Nilai Ekonomi: Penting untuk mengakui dan menghitung secara total nilai ekonomi yang dihasilkan oleh RTH melalui semua layanan lingkungan yang mereka sediakan. Ini termasuk menghitung manfaat dalam pengaturan iklim mikro, penyerapan polutan, habitat satwa liar, pencegahan erosi, pengendalian banjir, dan banyak lagi.
  3. Kota Berkelanjutan: RTH memainkan peran penting dalam menciptakan kota berkelanjutan atau eco-city. Ini melibatkan penggabungan tiga pilar pembangunan yang seimbang: ekonomi, sosial, dan ekologi. Perencanaan kota harus memprioritaskan semua tiga aspek ini.
  4. Pengaturan Pertumbuhan: Pengaturan jumlah penduduk, perencanaan pemukiman, sistem transportasi terpadu, dan jaringan jalan yang efisien harus menjadi bagian integral dari upaya menciptakan kota berkelanjutan.
  5. Pengelolaan Terintegrasi: Pengelolaan RTH terintegrasi melibatkan kerjasama antarsektor pembangunan, perencanaan dan zonasi dalam sistem tata ruang, alokasi anggaran yang tepat, serta evaluasi dan pengawasan yang konstan.

Bappeko (Badan Perencana dan Pembangunan Kota) dapat memainkan peran penting dalam mengintegrasikan RTH dalam tahap perencanaan, sementara dinas yang berwenang bertanggung jawab untuk pelaksanaan dan manajemen RTH. Melalui pendekatan yang terkoordinasi dan berimbang antara pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial, pengelolaan RTH yang baik dapat membantu menciptakan kota yang lebih baik dan berkelanjutan untuk masa depan.

Pembangunan Ruang Terbuka Hijau dan Jalur Hijau

Pemilihan jenis pohon yang tepat untuk ditanam di perkotaan adalah langkah penting dalam pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH) dan jalur hijau yang bertujuan untuk mengatasi masalah pencemaran udara dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Berikut beberapa jenis pohon yang cocok untuk ditanam di perkotaan:

  1. Mahoni (Swietenia mahagoni): Mahoni adalah pohon berdaun lebar yang memiliki kayu yang berkualitas baik. Selain manfaat estetis, mahoni juga membantu dalam pengurangan pencemaran udara.
  2. Damar (Agathis alba): Damar adalah pohon tinggi dengan daun yang rindang. Damar dapat membantu mengurangi polusi udara dan memberikan bayangan yang baik.
  3. Akasia (Acacia mangium): Akasia adalah pohon cepat tumbuh dengan kemampuan untuk menyerap karbon dioksida (CO2). Ini membantu dalam pengendalian polusi udara.
  4. Nyamplung (Calophyllum inophyllum): Nyamplung adalah pohon yang umumnya tumbuh di pantai. Ini memiliki manfaat ekologis dan juga berperan dalam menjaga keseimbangan lingkungan.
  5. Salam (Syzygium polyanthum): Salam adalah pohon yang sering ditanam untuk tujuan penanaman hijau perkotaan. Selain memberikan peneduh, daunnya dapat membantu membersihkan udara.
  6. Kayu Putih (Melaleuca leucadendron): Kayu putih adalah pohon dengan daun aromatik yang dapat membantu menyaring udara dan memberikan aroma yang menyegarkan.
  7. Saputangan (Maniltoa gemmipara): Saputangan adalah pohon dengan bunga-bunga yang indah. Ini menciptakan lingkungan yang menarik dan berperan dalam menjaga ekosistem perkotaan.
  8. Kupu-kupu (Bauhinia purperea): Kupu-kupu adalah pohon dengan bunga berwarna-warni yang menarik. Ini bisa menjadi pilihan yang baik untuk meningkatkan estetika lingkungan perkotaan.
  9. Pohon Waru Laut (Hibiscus tiliaceous): Cocok untuk ditanam di jalur sempadan pantai yang berpasir. Pohon ini membantu melindungi pantai dari erosi.
  10. Cemara Laut (Casuarina equisetifolia): Cemara laut adalah pilihan yang baik untuk daerah pantai yang berpasir dan membantu dalam menjaga kestabilan pantai.
  11. Ketapang (Terminalia catappa): Ketapang adalah pilihan yang baik untuk daerah pantai yang berlumpur dan memberikan manfaat ekologis yang penting.
  12. Mangrove: Jenis-jenis pohon mangrove yang sesuai dengan kondisi pelumpuran, pasang surut, dan kadar garam yang berbeda dapat membantu melindungi pantai dari abrasi gelombang dan tsunami.

Pemilihan jenis pohon harus mempertimbangkan kondisi lingkungan perkotaan, termasuk kondisi tanah, iklim, dan tujuan tertentu seperti penyerapan polusi udara, pengendalian erosi, dan aspek estetika. Memilih jenis pohon yang tahan terhadap lingkungan perkotaan dan memiliki manfaat ekologis adalah langkah penting dalam menciptakan RTH yang berfungsi dengan baik dalam menjaga kualitas lingkungan perkotaan.

Kondisi sosial-ekonomi dan ekosistem di wilayah perkotaan memang sangat dinamis dan kompleks, dan tantangan utama adalah bagaimana mengubah perilaku masyarakat menuju kesadaran ekologis dan partisipasi dalam pelestarian lingkungan. Beberapa langkah yang dapat diambil termasuk:
  1. Pendidikan dan Kesadaran Lingkungan: Penting untuk terus meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya ruang terbuka hijau (RTH) dan jalur hijau. Kampanye pendidikan lingkungan dan kegiatan penyuluhan dapat membantu membentuk perilaku masyarakat yang peduli terhadap lingkungan.
  2. Rekreasi dan Interaksi Sosial: Dibutuhkan upaya untuk meningkatkan akses masyarakat ke tempat rekreasi, taman bermain, dan ruang terbuka hijau. Tempat-tempat ini dapat mempromosikan interaksi sosial yang lebih positif dan mengurangi perilaku egois.
  3. Partisipasi Masyarakat: Masyarakat perlu didorong untuk berpartisipasi aktif dalam pelestarian lingkungan mereka. Misalnya, melalui kegiatan menanami lahan pekarangan atau tanah kosong dengan tanaman yang cocok. Hal ini dapat membangun kesadaran ekologis dan keterlibatan langsung masyarakat dalam pelestarian lingkungan.
  4. Penegakan Hukum yang Ketat: Diperlukan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran terkait RTH, jalur hijau, dan pencemaran lingkungan. Sanksi yang serius dan pengawasan yang ketat dapat menjadi deterren bagi pelaku pelanggaran.
  5. Relokasi Pohon dan Alih Fungsi RTH: Penting untuk mengoptimalkan upaya relokasi pohon yang ditebang dan mencegah alih fungsi RTH. Kerugian dari hilangnya taman kota perlu dicegah melalui langkah-langkah yang tepat.
  6. Peningkatan Kemampuan Dinas Pertamanan: Dinas pertamanan perlu diberdayakan dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan sarana kerja yang memadai. Ini termasuk kendaraan yang cukup untuk pemeliharaan taman kota dan fasilitas penampungan air seperti danau buatan.
  7. Perlindungan Daerah Resapan: Perlindungan daerah-daerah resapan air sangat penting untuk menjaga ketersediaan sumber air yang berkelanjutan. Tindakan ketat untuk melindungi daerah-daerah ini harus diterapkan.
  8. Keterlibatan Komunitas: Melibatkan komunitas dalam perencanaan, pengembangan, dan pemeliharaan RTH dan jalur hijau dapat membantu memastikan keberlanjutan upaya pelestarian lingkungan.
  9. Kajian Ruang Terbuka Hijau yang Berkelanjutan: Diperlukan kajian yang terus-menerus tentang keberlanjutan RTH dan jalur hijau dalam konteks perkotaan yang terus berkembang.

Dengan kombinasi upaya pendidikan, penegakan hukum yang tegas, partisipasi masyarakat, dan pengelolaan yang baik, dapat membantu menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Ini merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dalam menciptakan kota yang lebih berkelanjutan.



Daftar Pustaka:

Bell, J. (1993). Ecologically Integrated Land Use Planning: A Strategy for Sustainable Development. Dalam Sustainable Cities, disunting oleh B. Walter dan L. Arkin (hlm. 77-80). EHM, Los Angeles.
Diamond, J. R. Crenshaw (2005). Collapse: How Societies Choose to Fail or Survive. Penguin Books Ltd., Toronto.
Dominski, T. (1993). The Three Stage Evolution Recycle. Dalam Sustainable Cities, disunting oleh B. Walter, L. Arkin, dan R. Crenshaw (hlm. 16-17). EHM, Los Angeles.
Drengson, A. R. dan D. M. Taylor (1997). Ecoforestry: The Art and Science of Sustainable Forest Use. New Society Publishers, Stony Creek.
Firor, A.G. (1993). Teori Perencanaan. Dalam Perencanaan Kota, disunting oleh A.J. Catanese, dan J.C. Feldt Snyder (hlm. 49-62). Penerbit Erlangga, Jakarta.
Godish, T. (1997). Air Quality. Lewis Publishers, New York.
Grey, G.W. dan F. J. Deneke (1978). Urban Forestry. John Wiley & Sons Inc., New York.
Greenaway, T. (1997). Pohon. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Inoguchi, T., E. Newman, G. Paoletto (1999). Introduction: Cities and the Environment-Towards Eco-Partnerships. Dalam Cities and the Environment, disunting oleh T. Inoguchi (hlm. 1-16). United Nations University Press, Tokyo.
Ismaun, I. (2008). Ruang Terbuka Hijau Kawasan Reklamasi Jakarta International Resort. Jurnal Arsitektur Lansekap, Vol. 2, No. 1, 1-10.
Krebs, C.J. (1972). Ecology. Harper & Row Publishers, New York.
Lee, R. (1980). Forest Hydrology. Columbia University Press, New York.
Mazda, Y., E. Wolanski, P.V. Ridd (2007). The Role of Physical Processes in Mangrove Environments: Manual for the Preservation and Utilization of Mangrove Ecosystem. Terrapub, Tokyo.
Mega, V. (1999). The Concept and Civilization of an Eco-society: Dilemmas, Innovation, and Urban Drama. Dalam Cities and the Environment, disunting oleh T. Inoguchi (hlm. 47-70). United Nations University Press, Tokyo.
Noor, Y.R., M. Khazali, dan L.N.N. Suryadiputra (1999). Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP, Bogor.
Odum, E.P. (1971). Fundamentals of Ecology. W.B. Saunders Co., London.
Purwadi (2008). History of Java: Melacak Asal Usul Tanah Jawa. Mitra Abadi, Yogyakarta.
Register, R. (1993). Ecological Community Design. Dalam Sustainable Cities, disunting oleh B. Walter, L. Arkin, dan R. Crenshaw (hlm. 39-45). EHM, Los Angeles.
Rustam, H. (2000). Analisis Kebijakan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota DKI Jakarta. Tesis Program SI, ITB, Bandung. Tidak Diterbitkan.
Schneider, S.H. (1989). Global Warming: Are We Entering the Greenhouse Century. Sierra Club Books, San Francisco.
Smith, H.S. (1990). Air Pollution and Forests. Springer-Verlag New York Inc., New York.
Soemarwoto, O. (1995). Kata Pengantar. Dalam Perubahan Iklim, disunting oleh J. Firor (hlm. vii-xiv). Penerbit PT Rosda Jayaputra, Jakarta.

0 Response to "Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Untuk Sustainable Development Goals"

Post a Comment

jangan diisi

iklan dalam artikel

iklan display

Iklan dalam feed